Sudut Pandang (point of view)
Pengertian
Tujuan Sudut Pandang
Sudut pandang orang pertama
Sudut pandang orang pertama tunggal
Sudut pandang orang pertama jamak
Sudut Pandang Orang Pertama sebagai pelaku utama
Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku sampingan
Sudut pandang orang kedua
Sudut pandang orang ketiga
Sudut pandang orang ketiga tunggal
Sudut pandang orang ketiga jamak
Sudut pandang orang ketiga serba tahu
Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat
Sudut pandang orang ketiga pelaku utama
Sudut pandang orang ketiga di luar cerita
Sudut pandang orang ketiga terbatas
Sudut pandang orang ketiga objektif
1.a Sudut pandang orang pertama tunggal
Sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata ganti aku atau saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita dan bertindak sebagai tokoh cerita.
Pada teknik penyampaian cerita jenis ini, pengarang menggunakan kata ganti orang pertama tunggal seperti “Aku” dan “Saya”.
Contoh:
Hari ini aku lelah sekali. Aku tak ingin pergi bermain bersama Andi dan Joni. Padahal aku telah berjanji untuk pergi bersama mereka. Namun, aku takut keputusanku ini akan mengecewakan mereka. Ketika aku termenung, tiba-tiba hp-ku berbunyi dan kulihat SMS masuk dari Andi.
“Hei, jadikan hari ini kita pergi?”
Aku pun menjadi tambah galau, di satu sisi aku sangat lelah sekali di sisi lain aku tidak ingin mengecewakan mereka…….
1.b Sudut pandang orang pertama jamak
Point of view berikut ini digunakan pengarang untuk menyampaikan ceritanya dengan cara menggunakan kata ganti orang pertama jamak seperti “Kami”, “Kita”. Dalam cerita ini pengarang menjadi tokoh utama mewakili kelompok atau grup tertentu.
Contoh:
Di pertandingan final kali ini, tim kami harus menghadapi. Tim Storm dari sekolah lain. Mereka adalah juara liga tahun lalu, sedangkan tim kami hanyalah underdog. Bahkan tak ada yang mengira tim kami akan mauk final. Namun, kami tak mau putus asa. Hal tersebut malah membuat kami termotivasi untuk memenangkan pertandingan ini……
1.c Sudut Pandang Orang Pertama sebagai pelaku utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku” menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).
Contoh:
Pagi ini begitu cerah hingga mampu mengubah suasana jiwaku yang tadinya penat karena setumpuk tugas yang masih terbengkelai menjadi sedikit teringankan. Namun, aku harus segera bangkit dari tidurku dan bergegas mandi karena pagi ini aku harus meluncur ke Kedubes Australia untuk mengumpulkan berita yang harus segera aku laporkan hari ini juga.
1.d Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku sampingan
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku” tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.
Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
d. Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku sampingan
Contoh:
Deru beribu-ribu kendaraan yang berlalu-lalang serta amat membisingkan telinga menjadi santapan sehari-hariku setelah tiga bulan aku tinggal di kota metropolitan ini. Memang tak mudah untuk menata hati dan diriku menghadapi suasana kota besar, semacam Jakarta, bagi pendatang seperti aku. Dulu, aku sempat menolak untuk dipindahkan ke kota ini. Tapi, kali ini aku tak kuasa untuk menghindar dari tugas ini, yang konon katanya aku sangat dibutuhkan untuk ikut memajukan perusahaan tempatku bekerja.
Ternyata, bukan aku saja yang mengalami mutasi kali ini. Praba, teman satu asramaku , juga mengalami hal yang sama. Kami menjadi sangat akrab karena merasa satu nasib, harus beradaptasi dengan suasana Kota Jakarta.
“Aku bisa stress kalau setiap hari harus terjebak macet seperti ini. Apakah tidak upaya dari Pemkot DKI mengatasi masalah ini! Rasanya, mendingan posisiku seperti dulu asal tidak di kota ini!” umpatnya.
2. Sudut pandang orang kedua
Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang sedang berbicara kepada orang lain, menggambarkan apa-apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti orang kedua, “Kau”, “Kamu” atau “Anda” yang menjadi pusat pengisahan dalam cerita.
Contoh:
Kedua lututmu terasa lemas saat kau bersandar pada pemadam api yang baru saja dicat merah, putih, dan biru. Nalurimu ingin berlari mendekati mereka, berteriak, aku juga! Aku juga! Sekarang kau bisa merasakan penyangkalan yang sudah lama sekali kaulakukan; kau ingin berlari dan mengatakan kepadanya tentang kehidupanmu selama tiga puluh satu tahun tanpa dirinya, dan membuatnya berteriak dengan kepastian tanpa dosa: Oh, kau sungguh putri yang cantik!
(Cerpen Main Street Morning karya Natalie M. Patesch, pengarang cerpen asal Amerika)
Pada sudut pandang ini pembaca seolah-olah diperlakukan sebagai pelaku utama. Pembaca akan merasa seperti seseorang yang tengah membaca kiriman surat dari kerabat atau orang terdekatnya. Sehingga membuat pembaca menjadi merasa dekat dengan cerita, karena seolah-olah dialah pelaku utama dalam cerita itu.
3.a Sudut pandang orang ketiga tunggal
Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “Dia” atau “Ia” atau nama orang yang dijadikan sebagai titik berat cerita.
Contoh:
“Aku harus berjuang untuk mendapatkannya!” pikir Budi ketika melihat Anggun yang sedang berjalan di depannya. Anggun adalah salah satu gadis yang sangat cantik di sekolah itu. “Hey Anggun, bagaimana kabarmu hari ini?,” sapa Budi. Anggun yang tidak suka dengan Budi tidak menjawab sapaannya, dia terus melangkahkan kakinya. Budi pun terdiam dan berpikir, ”Kenapa dia? tunggu saja suatu saat kau akan menyesali perbuatanmu itu!” Dia pun menampakan senyum licik di wajahnya…….
3.b Sudut pandang orang ketiga jamak
Pengarang menyampaikan ceritanya dengan berdasarkan persepsi atau sudut pandang kolektif (bersama/gabungan). Pengarang banyak menggunakan kata ganti orang ketiga jamak seperti “mereka”.
Contoh:
Pada suatu hari mereka bertiga pergi ke Benteng Van Der Hok. Mereka tidak menyadari bahwa benteng tersebut terlarang untuk dimasuki manusia. Konon kabarnya benteng tersebut dihantui oleh sosok yang menyeramkan…….
3.c Sudut pandang orang ketiga serba tahu
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat serba tahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ”dia” yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
Sudut pandang orang ketiga serba tahu
Contoh:
Sudah genap satu bulan dia menjadi pendatang baru di kompleks perumahan ini. Tetapi, belum satu kali pun dia terlihat keluar rumah untuk sekedar beramah tamah dengan tetangga yang lain, berbelanja, atau apalah yang penting dia keluar rumah.
“Apa mungkin dia terlalu sibuk, ya?” celetuk salah seorang tetangganya, “tapi, masa bodoh! Aku tak rugi karenanya dan dia juga tak akan rugi karenaku.”
Pernah suatu kali dia kedatangan tamu yang kata tetangga sebelah adalah saudaranya. Memang dia sosok introvert, jadi walaupun saudaranya yang datang berkunjung.
Sudut pandang orang ketiga serba tahu
Contoh:
“Ya ampun, luar biasa mimpiku ini,” kata Tomas sambil menghela napas, kedua tangannya memegang setir, memikirkan roket, wanita, wiski yang aromanya menyengat, rek kereta api di virginia, dan pesta tersebut.
Sungguh visi yang aneh, pikir makhluk Mars itu, sambil bergegas membayangkan festival, kanal, perahu, para wanita dengan mata berkilauan bagai emas, dan aneka lagu.
(Cerpen Agustus 2002: Night Meeting karya Ray Bradbury)
Dalam sudut pandang ini, pengarang bebas memasuki pikiran dua atau tiga orang dan menunjukkannya pada pembaca. Seperti contoh di atas, pengarang seakan tahu apa yang ada di pikiran Tomas, pada saat yang bersamaan dia juga mengetahui apa yang ada di pikiran makhluk Mars.
3.d Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat
Dalam sudut pandang ”dia” terbpengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada atas, seperti halnya dalam”dia” serba tahu, seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh ”dia”, namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.
Contoh:
Entah apa yang terjadi dengannya. Datang-datang ia langsung marah. Memang kelihatannya ia punya banyak masalah. Tapi kalau dilihat dari raut mukanya, tak hanya itu yang ia rasakan. Tapi sepertinya ia juga sakit. Bibirnya tampak kering, wajahnya pucat,dan rambutnya kusut berminyak seperti satu minggu tidak terbasuh air. Tak satu pun dari mereka berani untuk menegurnya, takut menambah amarahnya.
3.e Sudut pandang orang ketiga pelaku utama
Contoh:
Kali ini lupus sedang sial. Semenjak tadi siang Lupus ditinggal Mami dan Lulu shoping sampai siang belum pulang. Tetapi tunggu, kesialan Lupus tak berlangsung lama ketika ada suara daun pintu di ketuk. Lupus yakin itu adalah Mami dan Lulu. Ia sudah membayangkan sate kambing yang pedas dengan gule yang nikmat. Tetapi
3.f Sudut pandang orang ketiga di luar cerita
Contoh:
Ari adalah perempuan tercantik bagiku. Ia adalah kepulanganku. Ia seperti rumah jiwa dan ragaku. Betapa tidak, segala kelelahan hidup dapat kusandarkan kepadanya. Ari adalah sosok perempuan ideal bagi diri ini.
3.g Sudut pandang orang ketiga terbatas
Dalam sudut pandang ini, pengarang juga bisa melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh ceritanya. Namun hanya terbatas pada satu tokoh, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas (Stanton, 1965:26). Pengarang tidak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.
Contoh:
Selalu ada cita-cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Ia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang-kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang—yang berderet tak putus—acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai.
(Cerpen Lagu Malam Braga karya Kurnia Effendi dalam buku Senapan Cinta)
Sudut pandang orang ketiga terbatas
Contoh:
Selalu ada cita-cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Ia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang-kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang—yang berderet tak putus—acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai.
(Cerpen Lagu Malam Braga karya Kurnia Effendi dalam buku Senapan Cinta)
Dari contoh di atas, tampak Kurnia Effendi sebagai pengarang masuk ke dalam benak tokoh “Ia” dan menyampaikan isi kepala tokohnya itu kepada pembaca. Hal ini mirip sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hanya saja terpadas pada satu orang tokoh saja yang merupakan tokoh utama.
3.h Sudut pandang orang ketiga objektif
Pengarang atau narator dalam sudut pandang ini bisa melukiskan semua tindakan tokoh-tokohnya, namun dia tak bisa mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh-tokohnya. Dia hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.
Contoh:
Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan-lahan menghitung tatakan gelas, mengeluarkan pundi-pundi kulit dari kantungnya dan membayar minumannya dan meninggalkan persenan setengah peseta
Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar ke jalan, seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung-huyung tetapi tetap dengan penuh harga diri.
“Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?” tanya si pelayan yang tidak tergesa-gesa. Mereka berdua sedang menurunkan semua tirai. “Hari belum lagi jam setengah dua.”
“Aku ingin cepat pulang dan tidur.”
(Cerpen Tempat yang Bersih dan Terang karya Ernest Hemingway dalam buku Salju Kilimanjaro)
Sudut pandang orang ketiga objektif
Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan-lahan menghitung tatakan gelas, mengeluarkan pundi-pundi kulit dari kantungnya dan membayar minumannya dan meninggalkan persenan setengah peseta
Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar ke jalan, seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung-huyung tetapi tetap dengan penuh harga diri.
“Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?” tanya si pelayan yang tidak tergesa-gesa. Mereka berdua sedang menurunkan semua tirai. “Hari belum lagi jam setengah dua.”
“Aku ingin cepat pulang dan tidur.”
(Cerpen Tempat yang Bersih dan Terang karya Ernest Hemingway dalam buku Salju Kilimanjaro)
Seperti tampak pada penggalan cerita karya Ernest Hemingway di atas, narator hanya berlaku seperti wartawan yang tengah melaporkan sebuah peristiwa. Posisinya sejajar dengan pembaca. SP ini menuntut ketelitian dalam mencatat dan mendeskripsikan peristiwa, tindakan, latar, samapi ke detil-detil yang terkecil. Narator tak ubahnya sebuah kamera yang merekam dan mengabadikan sebuah objek.
3.i Sudut pandang orang ketiga jamak
Pengarang menjadi narator yang menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kaca mata kolektif. Narator akan menyebut tokoh-tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; “Mereka”.
Contoh:
Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan dengan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda, dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja…
(Cerpen Mother karya Natalia Ginzburg, pengarang asal Italia)
Pada hakikatnya, SP ini mirip dengan SP orang pertama jamak. Pembaca menerima semua gerak dan tindakan satu orang atau beberapa orang melalui kaca mata sebuah kelompok. Perbedaannya ada pada posisi narator yang berada di luar cerita, tidak terlibat dalam cerita yang dituturkannya melalui kaca mata tokoh “Mereka”.
4. Sudut pandang campuran
Sebuah novel mungkin saja menggunakan lebih dari satu ragam sudut pandang. Bahkan, belakangan ini, sudut pandang campuran tak hanya digunakan dalam novel saja, tetapi juga digunakan di dalam cerpen. Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda menggunakan “Aku”, “Kamu”, “Kami”, “Mereka”, atau “Dia”.
Seketika mataku membuka. Lewat pukul sembilan malam ketika lubang pernafasaannya membaui aroma dari daging yang terbakar. Matanya membelalak menyaksikan api merambat cepat. Dia merasakan panas di sekujur tubuhnya.
***
Sudut pandang campuran
Contoh:
Pernahkah dalam hidupmu, kau merasakan kebencian yang teramat hebat? Sehingga apapun yang ada di kepalamu selalu tentang bagaimana cara melampiaskannya?
Kami hanya dua gadis lugu yang tak pernah tahu arti membenci. Sebelum perceraian Mami dan Papi menyadarakan kami akan arti memiliki. Kami baru menyadari kalau selama ini kami tak pernah benar-benar memiliki Mami. Mungkin juga begitu yang dirasakan oleh Papi. Sehingga dia lebih memilih berpisah dengan Mami, dari pada hidup bersama tetapi tidak merasa memiliki.
Sudut pandang campuran
Contoh:
Namanya Melly. Tubuhnya tak lebih dari dua puluh centi. Bulunya kuning pudar dimakan usia. Hidungnya bulat berwarna cokelat tua. Moncongnya putih gading. Kau pasti menduga kalau Melly seekor binatang piaraan? Hampir tepat. Dia memang menyerupai binatang. Tapi bukan binatang. Karena dia tidak bernyawa. Dia hanya sebuah boneka. Boneka beruang kepunyaan Mami. Tapi meski hanya sebuah boneka beruang, di mata Mami, Melly lebih manusia dari manusia. Sehingga ia harus diperlakukan dengan istimewa. Sampai-sampai Mami lupa kalau dia memiliki dua orang putri berusia 13 dan 10 tahun. Dua orang putri bernama Bening dan Rani—kami—yang lebih butuh perlakuan istimewa darinya.
(Cerpen Melly karya Denny Prabowo)
Pada paragraf pertama digunakan sudut pandang “Dia” tokoh Masayu. Pengarang berada di luar cerita. Namun pada paragraf berikutnya pengarang menempatkan dirinya sebagai “Kami” yang berbicara pada “Kau”. Itu berarti, pengarang menjadi pelaku sekaligus narator di dalam ceritanya. Sebagai narator, tokoh “Kami” bertutur tentang tokoh lainnya bernama Melly.
Dalam penggunaan sudut pandang campuran, dimungkinkan terjadi pergantian pusat penceritaan dari seorang tokoh ke tokoh lainnya. Dengan begitu, pembaca akan memperoleh pandangan terhadap suatu peristiwa atau masalah dari beberapa tokoh.
Baca juga contoh soal khusus sudut pandang di bawah ini.
Semoga bermanfaat