Kumpulan Puisi Para Penyair Terkenal Indonesia

Kumpulan Puisi Para Penyair Terkenal Indonesia


Surat dari Ibu
karya Asrul Sani
 
 
Pergi ke dunia luas, anakku saying
pergi ke dunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau
 
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang,
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau
 
Jika bayangan telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
 
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nahkoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
 
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dari hidupmu pagi hari”


 
Diponegoro
Karya Chairil Anwar
 
Dimasa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak getar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang dikanan, keris dikiri
Berselubung semangat yang tak bisa mati
            Maju
            Ini barisan tak bergenderang-berpalu
            Kepercayaan tanda menyerbu
            Sekali berarti
            Sudah itu mati
Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru
tercapai
Jika hidup harus merasai
            Maju
            Serbu
            Serang
            Terjang
 

 
Perempuan-Perempuan Perkasa
Karya Hartoyo Andangjaya
 
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dipagi buta,
dari manakah mereka.
Ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta api terjaga
sebelum hari bermula dalam pesta kerja.
 
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta,
ke manakah mereka
Di atas roda-roda baja mereka berkendara
Mereka berlomba dengan surya menuju ke gerbang kota
Mereka hidup di pasar-pasar kota.
 
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta,
siapakah mereka?
Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
Mereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa.
 
 
Dari Seorang Guru kepada Murid-muidnya
Karya Hartoyo Andangjaya
 
Apakah yang kupunya, anak-anakku
selain buku-buku dan sedikit ilmu
sumber pengabdian kepadamu
 
Kalau dihari Minggu engkau datang ke rumahku
aku takut, anak-anakku
kursi-kursi tua yang di sana
dan meja tulis sederhana
dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
semua kepadamu akan bercerita
tentang hidupku di rumah tangga.
 

Indonesia, Tumpah Darahku
karya M. Yamin
 
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gunung bagus rupanya
Dilingkari air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
Memandang alam demikian indahnya
Ditutupi langit dengan awan
Berbidaikan buih putih rupanya
Rindulah badan ingin dan rawan
Terkenang negeri dengan bangsanya
Berumah tangga selama-lamanya
Penuh peruntungan berbagai sejarahnya
Adalah zaman ketika dulu
Tinggi gerangan semarak bangsaku
Mengembirakan jantung serta kalbuku
Karang bangsa semasa itu
Menempuh gelombang segala lautan
Menjajah persisir seluruh daratan
Sejakkan utara sampai selatan


Arti Kemerdekaan Kampungku
karya Susanto
 
Lebih dari…
Tiga ratus lima puluh tahun
Sejarah tertoreh
Pedih nurani bangsaku
Bumiku dibedah
Dijarah
Kuku tajam penjajah
            Sultan Agung
            Hasanuddin
            Cut Nyak Dien
            Diponegoro
            Dan…
            Banyak lagi putra terbaik bangsaku
            Angkat senjata
            Coba buka tirai kemerdekaan
            Sayang…
            Masih terbelah-belah
                        Baru…
                        Lima puluh tujuh tahun lalu
                        Kumandang proklamasi
                        Membelah langit
                        Tak kenal gentar
                        Sukarno – Hatta satu kata
                        Akulah Indonesia
                                    Pasang surut
                                    Perjalanan proklamasi
                                    Ada yang fatal
                                    Salah terjemah
                                    Kemerdekaan adalah sama rasa
                                    Lain lagi sebagai bebas tak terbatas
                                    Semua
                                    Hampir tak sisakan ruang untukku
                                                Nun jauh…
                                                Tak terlihat dititik peta Nusantara
                                                Kampungku coba beri arti
                                                Kemerdekaan adalah
                                                Menghargai warna-warni
                                                Seperti umbul-umbul yang dipasang
                                                Bapakku
                                                Akankah negeriku seperti kampungku?
 

 
Api Suci
Karya Sutan Takdir Alisjahbana
 
Selama panas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
 
Seperti wajah merah membara,
Dalam bakaran api nyala,
Biar jiwaku habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.
 
Sesak mendesak rasa dikalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
 
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghapus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.
 

 
Pahlawan Tak Dikenal
Karya Toto Sudarto Bachtiar
 
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang.
 
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang.
 
Wajah sunyi setegah tengadah
Menangkap sepi pandang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat muda
 
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
 
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar didadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku masih sangat muda.
 


Tragedi Winka & Sihkha
karya Sutardji  Calzoum Bachri
 
kawin
            kawin
                        kawin
                                    kawin
                                                kawin
                                                                        ka
                                                            win
                                                ka
                                    win
                        ka
            win
ka
            winka
. . .
 
Batu
karya Sutardji  Calzoum Bachri
 
batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu jarum
batu bisu
kaukah itu
teka
teki
yang
tak menempati janji?
 
Dengan seribu gunung langit tak runtuh dengan seribu
perawan hati tak jatuh dengan seribu sibuk sepi tak mati
dengan seribu beringin ingin tak teduh. Dengan siapa aku
mengeluh?
 
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai mengapa
tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
 

 
 
Ballada Ibu yang Dibunuh
karya W. S. Rendra
 
Ibu musang dilindung pohon tua meliang
bayinya dua ditinggal mati lakinya
 
Bulan sabit terkait malam memberita datangnya
waktu makan bayi-bayinya mungil saying.
Matanya berkata pamitan, bertolaklah ia
dirasukinya dusun-dusun, semak-semak, taruhan harian atas nyawa.
 
Burung kolik menyanyikan berita panas dendam warga desa
menggetari ujung bulu-bulunya tapi dikibaskannya juga.
 
Membubung juga nyanyi kolik sampai mati tiba-tiba
oleh lengking pekik yang lebih menggigilkan pucuk-pucuk daun
tertangkap musang betina dibunuh esok harinya.
 
Tiada pulang ia yang mesti rampas rejeki hariannya
ibu yang baik, matinya baik, dan pada bangkainya gugur pula dedaun tua.
Tiada tahu akan merataplah kolik meratap juga
dan bayi-bayi bertanya akan bunda pada angin tenggara
 
Lalu satu ketika di pohon tua meliang
matilah si anak-anak musang, mati dua-duanya.
 
Dan jalannya semua peristiwa
tanpa dukungan satu dosa, tanpa.

SEONGGOK JAGUNG
Karya W.S. Rendra

Seonggok jagung di kamar,
takkan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya hanya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan…

Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya,
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupannya!

Aku bertanya
Apakah gunanya pendidikan,
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya?

Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibu kota,
menjadi sekrup-sekrup di Schlumberger, Freeport, dan sebagainya,
kikuk pulang ke daerahnya?

Apakah gunanya seseorang
belajar teknik, kedokteran, filsafat, sastra,
atau apa saja,
ketika ia pulang ke rumahnya, lalu berkata:

“Di sini aku merasa asing dan sepi!!”


Posting Komentar

0 Komentar

Ikuti

Tags

close