SEJARAH PERKEMBANGAN EJAAN BAHASA INDONESIA
●Tahun 1896 disusunlah ejaan resmi
bahasa Melayu oleh Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
●Tahun 1908 pemerintah kolonial
mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie
voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917
diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam,
penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa
Melayu di kalangan masyarakat luas.
●Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek
Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya
dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
●Tanggal 28 Oktober 1928 secara
resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan
Indonesia.
●Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan
sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh
Sutan Takdir Alisyahbana.
●Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana
menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
●Tanggal 25-28 Juni 1938
dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat
disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah
dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
●Tanggal 18 Agustus 1945
ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36)
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
●Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan
penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku
sebelumnya.
●Tanggal 28 Oktober s.d 2 November
1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini
merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara.
●Tanggal 16 Agustus 1972 H. M.
Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
●Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah
Indonesia (Wawasan Nusantara).
●Tanggal 28 Oktober s.d 2 November
1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang
diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
●Tanggal 21-26 November 1983
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini
diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam
putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal
mungkin.
●Tanggal 28 Oktober s.d 3 November
1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini
dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
●Tanggal 28 Oktober s.d 2 November
1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya
sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara
meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang,
Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga
Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
●Tanggal 26-30 Oktober 1998
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta.
Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
EJAAN VAN OPHUIJSEN
Pada
tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen,
ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku
Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang
menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.
●Huruf j untuk menuliskan kata-kata
jang, pajah, sajang.
●Huruf oe untuk menuliskan kata-kata
goeroe, itoe, oemoer.
●Tanda diakritik, seperti koma ain
dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dinamai'.
EJAAN SOEWANDI
Pada
tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van
Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik.
Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah
sebagai berikut.
●Huruf oe diganti dengan u, seperti
pada guru, itu, umur.
●Bunyi hamzah dan bunyi sentak
ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
●Kata ulang boleh ditulis dengan
angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
●Awalan di-
dan kata depan di kedua-duanya
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada
dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
EJAAN MELINDO
Pada
akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin
Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan
nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun
berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)
Pada
tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,
Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang
berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan
pemakaian ejaan itu. Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan
Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober
1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua
pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Sumber:
Cermat Berbahasa Indonesia, Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai
PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA (PUEBI)
Pada tahun 2015, EYD
(Ejaan yang Disempurnakan) diganti menjadi PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia). Perubahan ini telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri dan
Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia. Adapun latar belakang dari perubahan ini antara lain karena:
1
Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu
Ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju, membuat penggunaan bahasa
Indonesia dalam berbagai hal semakin meluas juga baik secara tulisan maupun
lisan. Ini yang menjadi salah satu alasan kenapa perlunya perubahan pada ejaan
bahasa Indonesia.
2.
Memantapkan Fungsi Bahasa Indonesia
Ejaan bahasa Indonesia
perlu disempurnakan untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
Negara.
Perubahan
ejaan ini bukan berarti mengubah secara keseluruhan isi dari EYD. Adapun
perbedaan yeng mendasar dari EYD dengan PUEBI yaitu :
●Penambahan
huruf vokal diftong ei, dalam EYD hanya ada tiga yaitu ai, au, dan ao.
●Penulisan
huruf kapital pada EYD digunakan dalam penulisan nama orang tidak termasuk
julukan, sedangkan pada PUEBI huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama
unsur nama orang, termasuk julukan.
3.
Penulisan huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata, untuk keperluan itu
digunakan huruf miring pada EYD, sedangkan pada PUEBI huruf tebal dipakai untuk
menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
4.
Penggunaan partikel pun pada EYD ditulis terpisah kecuali yang sudah lazim
digunakan, maka penulisannya ditulis serangkai, sedangkan pada PUEBI partikel
pun tetap ditulis terpisah, kecuali mengikuti unsur kata penghubung, maka
ditulis serangkai.
5.
Penggunaan bilangan, pada PUEBI, bilangan yang digunakan sebagai unsur nama
geografi ditulis dengan huruf, sesangkan pada EYD tidak ada hal yang
mengaturnya.
6.
Penggunaan titik koma (;) pada EYD digunakan dalam perincian tanpa penggunaan
kata dan, sedangkan dalam PUEBI penggunaan titik koma (;) tetap menggunakan
kata dan.
7.
Penggunaan tanda titik koma (;) pada PUEBI dipakai pada akhir perincian yang
berupa klausa, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya.
8.
Penggunaan tanda hubung (-) pada PUEBI tidak dipakai di antara huruf dan angka,
jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf, sedangkan pada EYD tidak ada hal
yang mengaturnya. Misalnya: LP2M LP3I.
9.
Tanda hubung (-) pada PUEBI digunakan untuk menandai bentuk terikat yang
menjadi objek bahasan, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang mengaturnya
Misalnya:……pasca-, -isasi.
10.
Penggunaan tanda kurung [( )] dalam perincian pada EYD hanya digunakan pada
perincian ke kanan atau dalam paragraf, tidak dalam perincian ke bawah,
sedangkan pada PUEBI tidak ada hal yang mengaturnya.
11.
Penggunaan tanda elipsis (…) dalam EYD dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus, sedangkan dalam PUEBI tanda elipsis digunakan untuk menulis
ujaran yang tidak selesai dalam dialog.
Dengan
mengetahui adanya perubahaan EYD menjadi PUEBI dan perbedaan mendasar di antara
keduanya, diharapkan kita sebagai mahasiswa semakin memperhatikan penggunaan
ragam baku tulis terutama dalam penulisan karya tulis ilmiah.
REFERENSI
1)
Zaenal
Arifin, S. Amran Tasai. (2010). Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
2)
http://kaltim.tribunnews.com/2018/01/16/sudah-tahu-belum-eyd-sudah-tidak-berlaku-lagi-ini-dia-penggantinya?page=all diakses
pada tanggal 10 November 2018 pukul 19.00 WIB.
3)
https://www.researchgate.net/publication/327700194_Penggunaan_Bahasa_Baku_dalam_Karya_Ilmiah_Mahasiswa diakses
pada tanggal 10 November 2018 pukul 21.00 WIB.
0 Komentar